Kualifikasi dan Kompetensi Guru
Sahertian (1990:4) mengatakan kompetensi adalah pemilikan, penguasaan,
keterampilan dan kemampuan yang dituntut jabatan seseorang. Oleh sebab itu
seorang calon guru agar menguasai kompetensi guru dengan mengikuti pendidikan
khusus yang diselenggarakan oleh LPTK. Kompetensi guru untuk melaksanakan
kewenangan profesionalnya, mencakup tiga komponen sebagai berikut: (1)
kemampuan kognitif, yakni kemampuan guru menguasai pengetahuan
serta keterampilan/keahlian kependidikan dan pengatahuan materi
bidang studi yang diajarkan, (2) kemampuan afektif, yakni kemampuan yang
meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi serta sikap-sikap tertentu
terhadap diri sendiri dan orang lain, (3) kemampuan psikomotor, yakni kemampuan
yang berkaitan dengan keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang
pelaksanaannya berhubungan dengan tugas-tugasnya sebagai pengajar.
Dalam UU Guru dan
Dosen disebutkan bahwa kompetensi guru mencakup kompetensi paedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
yang diperoleh melalui pendidikan profesi guru setelah program sarjana atau D4.
Kompetensi pribadi meliputi: (1) pengembangan kepribadian, (2) berinteraksi dan
berkomunikasi, (3) melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, (4) melaksanakan
administrasi sekolah, (5) melaksanakan tulisan sederhana untuk keperluan
pengajaran.
1. Kompetensi
Kepribadian
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47)
adalah mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman,
bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab,
peka, objektif, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan
mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar
sepanjang hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas,2001). Kemampuan
kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik,
tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju.
Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral
dan beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting
karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang bertaqwa dan
beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada
Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik
beriman dan bermoral. Bila guru tidak percaya akan Allah, maka proses membantu
anak didik percaya akan lebih sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam
beriman dan bertaqwa. Pernah terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex
dengan muridnya, sehingga para murid yang lain tidak percaya kepadanya lagi.
Para murid tidak dapat mengerti bahwa seorang guru yang mengajarkan moral,
justru ia sendiri tidak bermoral. Syukurlah guru itu akhirnya
dipecat dari sekolah.
Kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang
tinggi. Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap
bertanggungjawab. Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik
memerlukan tanggungjawab yang besar. Pendidikan yang menyangkut perkembangan
anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi perlu direncanakan, perlu
dikembangkan dan perlu dilakukan dengan tanggungjawab. Meskipun tugas guru
lebih sebagai fasilitator, tetapi tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan
siswa. Dari pengalaman lapangan pendidikan anak menjadi rusak karena beberapa
guru tidak bertanggungjawab. Misalnya, terjadi pelecehan seksual guru terhadap
anak didik, guru meninggalkan kelas seenaknya, guru tidak mempersiapkan
pelajaran dengan baik, guru tidak berani mengarahkan anak didik, dll.
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan
orang lain sangat penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu
berkaitan dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua
murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk dikembangkan
karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang sungguh pandai, tetapi karena
kemampuan komunikasi dengan siswa tidak baik, ia sulit membantu anak didik
maju. Komunikasi yang baik akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan
terutama pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah.
Kedisiplinan juga menjadi
unsur penting bagi seorang guru. Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan
bangsa Indonesia, yang perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu
guru sendiri harus hidup dalam kedisiplinan sehingga anak didik dapat
meneladannya. Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin mengatur
waktu, seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi pekerjaan siswa
sehingga siswa tidak mendapat masukan dari pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan
guru tersebut membuat siswa ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan
perkerjaan rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru sangat
disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan
siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan di Indonesia kurang
cepat salah satunya karena disiplin yang kurang tinggi termasuk disiplin dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan dalam belajar.
Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan
pengetahuan. Guru bila tidak ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu
anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak mau harus
mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus belajar. Di jaman kemajuan ilmu
pengetahuan sangat cepat seperti sekarang ini, guru dituntut untuk terus
belajar agar pengetahuannya tetap segar. Guru tidak boleh berhenti belajar
karena merasa sudah lulus sarjana.
Menurut Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang
Standard Kualifikasi dan Kompetensi guru, Kompetensi kepribadian adalah
kompetensi yang berkaitan dengan perilaku pribadi guru itu sendiri yang kelak
harus memiliki nilai-nilai luhur sehinnga terpencar dalam perilaku
sehari-hari. Kompetensi ini meliputi:
1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, meliputi:
a)
Menghargai peserta didik tanpa membedakan
keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender;
b)
Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut,
hukum dan sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan kebudayaan
nasional Indonesia yang beragam.
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, meliputi:
a) Berperilaku
jujur, tegas, dan manusiawi;
b) Berperilaku
yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia;
c) Berperilaku
yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, meliputi:
a)
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan
stabil;
b)
Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif,
dan berwibawa.
4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, meliputi:
a)
Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi;
b)
Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri;
c)
Bekerja mandiri secara professional.
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru, meliputi:
a)
Memahami kode etik profesi guru;
b)
Menerapkan kode etik profesi guru;
c)
Berperilaku sesuai dengan kode etik profesi guru.
2. Kompetensi
Professional
Kompetensi Professional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan
dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau
keguruan. Kompetensi professional merupakan kemampuan dasar guru dalam
pengetahuan tentang belajar dan tingkahlaku manusia, bidang studi yang
dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan proses belajar mengajar dan
mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
Beberapa
komponen mompetensi professional guru adalah sebagai berikut :
1.
Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep – konsep.
2.
Pengelolaan program belajar mengajar.
3.
Pengelolaan kelas.
4.
Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar.
5.
Penguasaan landasan – landasan kependidikan.
6.
Kemampuan menilai prestasi belajar mengajar.
7.
Memahami prinsip – prinsip pengelolaan lembaga dan
program pendidikan di sekolah.
8.
Menguasai metode berfikir.
9.
Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi
professional.
10. Memberikan
bantuan dan bimbingan kepada peserta didik.
11. Memiliki
wawasan tentang penelitian pendidikan.
12. Mampu
menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
13. Mampu
memahami karakteristik peserta didik.
14. Mampu
menyelenggarakan administrasi sekolah.
15. Memiliki
wawasan tentang inovasi pendidikan.
16. Berani
mengambil keputusan.
17. Memahami
kurikulum dan perkembangannya.
18. Mampu
bekerja secara terencana dan terprogram.
19. Mampu
menggunakan waktu secara tepat.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kompetensi Profesional Guru
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi upaya
peningkatan profesionalisme guru dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
a.
Faktor
Internal.
Faktor
internal ini sebenarnya berkaitan erat dengan syarat-syarat menjadi seorang
guru. Adapun faktor yang dimaksud antara lain:
1)
Latar belakang pendidikan guru.
Salah satu
syarat utama yang harus dipenuhi seorang guru sebelum mengajar adalah harus
memiliki ijazah keguruan. Dengan ijazah keguruan tersebut, guru memiliki bukti
pengalaman mengajar dan bekal pengetahuan baik peadagogis maupun didaktis, yang
sangat besar pengaruhnya untuk membantu pelaksanaan tugas guru. Sebagaimana
dikatakan Ali Saifullah, bahwa proses keberhasilan guru itu ditentukan oleh
pendidikan, persiapan, pengalaman kerja dan kepribadian guru. Dengan demikian
ijazah yang dimliliki guru akan menunjang pelaksanaan tugas mengajar guru itu
sendiri.
2)
Pengalaman mengajar guru.
Kemampuan
guru dalam menjalankan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan
profesionalisme guru. Hal ini ditentukan oleh pengalaman mengajar guru terutama
pada latar belakang pendidikan guru. Bagi guru yang berpengalaman mengajarnya
baru satu tahun misalnya, akan berbeda dengan guru yang berpengalaman
mengajarnya telah bertahun-tahun. Sehingga semakin lama dan semakin banyak
pengalaman mengajar, semakin sempurna tugas dalam mengantarkan anak didiknya
untuk mencapai tujuan belajar.
3)
Keadaan kesehatan guru.
Kalau
kesehatan jasmani guru terganggu, misalnya badan terasa lemah dan sebagainya,
maka hal tersebut akan mengganggu kesehatan rohaninya dan ini akan berpengaruh
pada etos kerja yang menjadi semakin berkurang. Maka dengan kondisi jasmani
yang sehat akan menghasilkan proses belajar mangajar sesuai yang diharapkan.
Amir D. mengemukakan bahwa “seorang guru harus mempunyai tubuh yang sehat,
sehat dalam arti tidak sakit dan dalam arti kuat, mempunyai energi cukup
sempurna.
4)
Keadaan kesejahteraan ekonomi guru.
Seorang guru
jika terpenuhi kebutuhannya, maka ia akan lebih percaya diri sendiri merasa
lebih aman dalam bekerja maupun kontak-kontak sosial lainnya.
Sebaliknya jika guru tidak dapat memenuhi kebutuhannya karena disebabkan gaji yang dibawah rata-rata, terlalau banyaknya potongan dan kurang terpenuhinya kebutuhan lainnya, akan menimbulkan pengaruh negatif, seperti mencari usaha lain dengan mencari pekerjaan diluar jam-jam mengajar, dan hal yang demikian jika dibiarkan berjalan terus menerus akan sangat menganggu efektifitas pekerjaan sebagai guru. Dan hal ini akan mempengaruhi terhadap upaya peningkatan profesionalisme guru.
Sebaliknya jika guru tidak dapat memenuhi kebutuhannya karena disebabkan gaji yang dibawah rata-rata, terlalau banyaknya potongan dan kurang terpenuhinya kebutuhan lainnya, akan menimbulkan pengaruh negatif, seperti mencari usaha lain dengan mencari pekerjaan diluar jam-jam mengajar, dan hal yang demikian jika dibiarkan berjalan terus menerus akan sangat menganggu efektifitas pekerjaan sebagai guru. Dan hal ini akan mempengaruhi terhadap upaya peningkatan profesionalisme guru.
b. Faktor eksternal
Faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi peningkatan profesionalisme guru diantaranya,
1)
Sarana pendidikan.
Dalam proses
belajar mengajar sarana pendidikan merupakan faktor dominan dalam menunjang
tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan tersedianya sarana yang memadai akan
mempermudah pencapain tujuan pembelajaran, sebaliknya keterbatasan sarana
pendidikan akan menghambat tujuan proses belajar mengajar. Terbatasnya sarana
pendidikan dan alat peraga dalam proses belajar mengajar secara tidak langsung
akan menghambat profesional guru. Jadi dengan demikian sarana pendidikan mutlak
diperlukan terutama bagi pelaksanaan upaya guru dalam meningkatkan
profesionalnya.
2)
Kedisiplinan kerja disekolah.
Disiplin
adalah sesuatu yang terletak didalam hati dan didalam jiwa seseorang yang
memberikan dorongan bagi orang yang bersangkutan untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu sebagaimana ditetapkan oleh norma-norma dan peraturan
yang berlaku.
Untuk membina kedisiplinan kerja merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena masing-masing pelaku pendidikan itu adalah orang yang heterogen (berbeda). Disinilah fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin, pembimbing, dan pengawas diharapkan mampu untuk menjadi motifator agar tercipta kedisiplinan didalam lingkungan sekolah. Kedisiplinan yang ditanamkan kepada guru dan seluruh staf sekolah akan mempengaruhi upaya peningkatan profesionalisme guru.
Untuk membina kedisiplinan kerja merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena masing-masing pelaku pendidikan itu adalah orang yang heterogen (berbeda). Disinilah fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin, pembimbing, dan pengawas diharapkan mampu untuk menjadi motifator agar tercipta kedisiplinan didalam lingkungan sekolah. Kedisiplinan yang ditanamkan kepada guru dan seluruh staf sekolah akan mempengaruhi upaya peningkatan profesionalisme guru.
3)
Pengawasan kepala sekolah.
Pengawasan
kepala sekolah terhadap tugas guru amat penting untuk mengetahui perkembangan
guru dalam melaksanakan tugasnya. Tanpa adanya pengawasan dari kepala sekolah
maka guru akan melaksanakan tugasnya dengan seenaknya sehingga tujuan
pendidikan yang diharapkan tidak dapat tercapai. Karena pengawasan kepala
sekolah bertujuan untuk pembinaan dan peningkatan proses belajar mengajar yang
menyangkut banyak orang, pengawasan ini hendaknya bersikap fleksibel dengan
memberi kesempatan kepada guru mengemukakan masalah yang dihadapinya serta
diberi kesempatan kepada guru untuk mengemukakan ide demi perbaikan dan
peningkatan hasil pendidikan.
Fungsi Kompetensi Profesional Guru
Ada 4 fungsi
kompetensi profesional guru :
a.
Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku
manusia;
b.
Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang
di binanya;
c.
Mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah,
teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya;
d.
Mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar.
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial meliputi: (1) memiliki empati
pada orang lain, (2) memiliki toleransi pada orang lain, (3) memiliki sikap dan
kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain, dan (4)
mampu bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Gadner (1983) dalam Sumardi
(Kompas, 18 Maret 2006) kompetensi sosial itu sebagai social
intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah
satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi,
alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gardner.
Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya
saja, mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa atau
bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja secara padu dan
simultan ketika seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu (Amstrong,
1994).
Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong
itu ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan kecerdasan
sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain.
Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai
masalah sosial kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui
pendekatan holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan multidisiplin.
Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan
sosial adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus
lagi kecerdasan emosi atau emotial intellegence (Goleman,
1995). Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan
(Kiyosaki, 1998). Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan sosialnya karena
impitan kesulitan ekonomi.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran
kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti
karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau
kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan
pengendalian diri yang menonjol.
Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita
singkatkan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang berkomunikasi,
bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Inilah kompetensi sosial
yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang diamanatkan oleh UU Guru dan
Dosen, yang pada gilirannya harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya.
Untuk mengembangkan kompetensi sosial seseorang
pendidik, kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa
dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills (www.lifeskills4kids.com). Dari
35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapat
dimasukkan kedalam dimensi kompetensi sosial, yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat
peluang, (3) peran dalam kegiatan kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga,
(5) kepemimpinan, (6) relawan sosial, (7) kedewasaan dalam bekreasi, (8)
berbagi, (9) berempati, (10) kepedulian kepada sesama, (11) toleransi, (12)
solusi konflik, (13) menerima perbedaan, (14) kerja sama, dan (15) komunikasi.
Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat
dijadikan topik silabus dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial
bagi para pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan
menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual dan relevan
atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita.
Dari uraian tentang profesi dan kompetensi
guru, menjadi jelas bahwa pekerjaan/jabatan guru adalah sebagai profesi yang
layak mendapatkan penghargaan, baik finansial maupun non finansial.
Pada Permendiknas No.
16 tahun 2007, Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar. Kompetensi ini meliputi:
1. Bersifat inklusif,
bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin,
agama, ras, kondisi, fisik, latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi, meliputi:
a. Bersikap inklusif dan objektif
terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungan sekitar
dalam melaksanakan pembelajaran;
b. Tidak bersikap diskriminatif terhadap
peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah
karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan
status sosial-ekonomi.
2. Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat, meliputi:
a. Berkomunikasi
dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan
efektif;
b. Berkomunikasi
dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun, empatik, dan
efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik;
c. Mengikutsertakan
orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam
mengatasi kesulitan belajar peserta didik.
3. Beradaptasi di
tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman
sosial budaya, meliputi :
a. Beradaptasi
dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan efektivitas sebagai
pendidik.
b. Melaksanakan
berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan.
4. Berkomunikasi dengan komunitas
profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain,
meliputi:
a. Berkomunikasi
dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnya melalui
berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Mengkomunikasikan
hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan
dan tulisan maupun bentuk lain.
Upaya
Peningkatan Kompetensi Sosial
a.
Kemudahan menyerap
pelajaran.Seorang guru apapun karakter kepribadiannya harus dapat mempermudah
materi pelajaran sehingga siswa midah pula mencerna penjelasan guru
bersangkutan.
b.
Kemampuan Meningkatkan Hubungan
Pribadi, Personal relationship guru kepada siswa akan berpengaruh terhadap rasa horamat dan motivasi siswa
dalam belajar
c.
Menjadi Tempat Curhat
Siswa .
d.
Menggunakan ICT sebagai
media komunikasi dan informasi kepada siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Ketenagaan. 2006. Rambu-rambu
Penyelenggaraan Pendidikan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta:
Direktorat Ketenagaan Dirjen Dikti.
Gunawan, Ary
H,1995. Kebijakan-Kebijakan
Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Hamijoyo,
Santoso S. 2002. “Status dan Peran Guru, Akibatnya pada Mutu Pendidikan”, dalam
Syarif Ikhwanudin dan Dodo Murtadhlo. 2002.Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: Grasindo.
Indra Djati
Sidi. 2002. Menuju Masyarakat
Pembelajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta:Paramadina
dan Logos Wacana Ilmu.
Suparno,
Paul. 2004. Guru Demokratis di
Era Reformasi Pendidikan. Jakarta:
Grasindo.
Suryadi, Ace
dan Dasim Budimansyah. 2004. Pendidikan
Nasional Menuju Masyarakat Masa Depan. Jakarta: Genesindo.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta:
Bigraf Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar