Titrasi pengendapan adalah anilisis titrimetri berdasarkan proses
terbentuknya endapan antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator
dengan warna yang berbeda. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi
pengendapan adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali
titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu
titrasi, tetapi ditambah dengan titik akhir
titrasi yang mudah diamati.
Adapun dalam titrasi pengendapan
terdapat kelebihan dan kekurangan yang signifikan, diantaranya :
- Jumlah metode titrasi pengendapan tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi (redoks).
- Kesulitan dalam mencari indikator yang sesuai dalam titrasi pengendapan.
- Komposisi endapan pada titrasi pengendapan seringkali tidak diketahui pasti, terutama jika terdapat efek kopresipitasi.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan, diantaranya :
1)
Suhu.
2)
Sifat Pelarut.
3)
Ion Sejenis.
4)
Aktivitas Ion.
5)
pH.
6)
Hidrolisis.
7)
Hidroksida Logam.
8)
Pembentukan Senyawa Kompleks.
Argentometri
Argentometri
adalah titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan
menggunakan larutan standar perak nitrat AgNO3. Titrasi pengendapan yang paling banyak
dipakai adalah
Argentometri, karena hasil kali kelarutan garam perak halida (pseudohalida) sangat kecil. Ada
3 macam metode argentometri:
1.
Metode Mohr
2.
Metode Volhard
- Metode Fajans
Metode Mohr
Kegunaan
metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak
alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat.
Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka
ion kromat akan bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak kromat yang
berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi. Larutan standarnya yaitu
larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:
NaCl + AgNO₃ -->
AgCl (endapan) + NaNO₃
2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) +
2KNO₃
Titik akhir
titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi
harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:
- Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat (Ag₂Cr₂O₇)
- Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida
AgNO₃ +
NaOH --> AgOH (endapan) + NaNO₃
Gangguan
pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:
- Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
- Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7
- Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺
- Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺
Hal yang
harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak
nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).
Metode Volhard
Metode Volhard
pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari Jerman pada
tahun 1874. Dengan metode ini, larutan
standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen
(misalnya Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar
garam tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai
titik ekivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih.
Kelebihan titran menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks
tiosianato ferrat (III) yang berwarna merah.
Kegunaannya
untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl, Br, I).
Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan
standarnya larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi
(III) amonium sulfat. Titik akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III)
tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah.
Reaksinya:
Ag⁺ + NH₄CNS-->
AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺
Jika Ag⁺ sudah
habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ -->
Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺
Metode Fajans
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr,
hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah
AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan
indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur
agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam
lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3
menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada
lapisan sekunder (Khopkhar, SM.1990).
Merkurimetri
Merkurimetri adalah titrasi
pengendapan yang mengguanakan ion Hg2+ sebagai pentiter dan dapat
dipakai untuk menentukan klorida.
Hg2+
+ 2 Cl- --> HgCl2
(berlaku untuk halida lain)
Jika ion halida dititrasi dengan
merkuri nitrat, pada TE tidak ada [Hg2+] karena selama titrasi
terbentuk endapan HgCl2, namun setelah TE terjadi kenaikan [Hg2+]
yg segera bereaksi dengan indikator membentuk kompleks Hg-Indikator; misalnya
indikator nitroprusid membentuk endapan putih, indikator difenilkarbazid atau
difenilkarbazon dalam asam membentuk warna ungu intensif. Diperlukan koreksi
dengan titrasi blanko : 0,17 ml Hg(NO3)2 0,1 N untuk 50
ml HgCl2 0,05 N. Volume titrasi blanko bervariasi sesuai besarnya
[HgCl2] TE karena [Hg2+] berlebih akan beraksi dg HgCl2
:
HgCl2
+ Hg2+ --> 2 HgCl+
Titrasi Kolthoff
Penentuan kadar Zn2+
(sebagai titran) diendapkan dengan larutan baku K-Ferosianida TAT
dapat ditentukan dengan indikator eksternal seperti uranil nitrat, ammonium
molibdat, FeCl3, dll. Namun diperlukan keterampilan khusus; sehingga
lebih baik menggunakan indikator internal seperti difenilamin, difenilbenzidin,
difenilamin sulfonat, dll. Reaksi redoks Fe2+, Fe3+ mempunyai
potensial reduksi (pada 30oC) sebagai berikut :
E = Eo + 0,060 log [Fe(CN)63-]
/ [Fe(CN)64-]
Campuran fero-ferisianida dalam
asam memiliki potensial reduksi jauh lebih kecil daripada yang diperlukan untuk
mengoksidasi indikator, hingga diperoleh bentuk teroksidasi berwarna intensif.
Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan Zn2+ akan terjadi
endapan Zn-ferosianida, diikuti kenaikan potensial reduksi karena Fe(CN)64-
hilang dari larutan. Setelah Fe(CN)64- bereaksi sempurna
akan terjadi kenaikan tajam potensial reduksi dan muncul warna biru (bentuk indikator
teroksidasi) akibat adanya kelebihan Zn2+. Pada TAT akan muncul
warna biru telur asin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar